Umum
FADLI OH FADLI NASIBMU KINI


Leonita Lestari
20 Mar 2022
Seorang Wakil Ketua DPR “tertangkap” kamera sedang memberikan donasi kepada terduga teroris jelas bukan perkara remeh. Dalam spektrum tertentu, itu dapat dimaknai sebagai sebuah SKANDAL.
Dalam tangkapan foto itu Fadli Zon secara simbolik terlihat memberikan bantuan kepada lembaga Hilal Ahmar Society Indonesia (HASI) dan diterima oleh Angga Dimas Pershada.
Menjadi masalah adalah, baik person yang menerima maupun organisasi penerima dana, keduanya terkait dengan kejahatan terorisme. Ini jelas bukan hal sepele. Saat itu, Fadli adalah Wakil Ketua DPR RI. Dia salah satu top level pejabat tinggi di Republik Indonesia.
Dia berkilah bahwa perannya dalam peristiwa itu hanya berdiri pada sisi sebagai atas nama. Itu bukan duit dari kantongnya sendiri. Itu hanya simbolik.
Konon, sumbangan itu adalah hasil dari usaha masyarakat menggalang dana untuk rumah sakit darurat, makanan, serta pakaian bagi pengungsi korban perang.
"Karena dana dikumpulkan dari masyarakat Indonesia, mereka kemudian meminta saya dan Saudara Fahrihamzah sebagai representasi pimpinan wakil rakyat untuk secara simbolik menyerahkan bantuan kemanusiaan tersebut pada FIPS. Penyerahan bantuan simbolik ini diabadikan oleh para wartawan yang hadir," kata Fadli.
Pada caranya yang lain untuk berkelit, Fadli Zon kemudian menyebut nama Jokowi yang juga pernah bertemu dengan tersangka terorisme.
"Sbg informasi, pada 29 Juni 2020 Farid Okbah pernah diterima Presiden Joko Widodo di Istana. Pada tanggal 16 November 2021, Farid Okbah ditangkap oleh Densus 88 sebagai terduga terorisme. Apakah dua peristiwa yang berlainan itu bisa dikait-kaitkan?" cuit Fadli Zon melalui Twitter nya.
Sepertinya, Fadli tak mampu membedakan foto bersama dalam makna alamiah ketika seseorang bertemu dengan pejabat tinggi misalnya, dengan foto dalam rangka simbolik untuk tujuan dokumentasi.
Foto serah terima cek bernilai 20.000 dolar pada Angga jelas memiliki maksud spesifik dan bukan sekedar foto karena sebab mumpung bertemu dengan seorang pejabat.
Foto itu bermakna seimbang dengan sebuah dokumen dan maka foto tersebut juga entitas adalah dokumen. Dokumen tambahan atau dokumen pendukung bagi sebuah laporan.
Dalam fungsinya kelak, foto itu memang tak bisa dipisahkan dari laporan utama sebagai bukti tambahan bahwa secara simbolik sumbangan telah dipindah tangankan.
"Apakah itu lantas bisa diartikan bahwa dia mendukung teroris?"
Jelas tidak. Tapi menjadi rujukan bagi pihak berwenang untuk mencari tahu ada apa di balik semua itu jelas akan memiliki relevansi.
Pun bagi masyarakat ketika melihat foto itu, Fadli tak serta merta merasa berhak dan boleh melarang opini yang kemudian berkembang. Apalagi ketika harus disandingkan dengan kebiasaan Fadli yang selalu reaktif manakala Densus 88 menangkap terduga teroris.
Berapa kali sudah Fadli berusul dan bahkan mendesak pembubaran Densus 88 hanya karena Detasemen itu mampu menghajar para terduga teroris itu?
Opini masyarakat bahwa Fadli terkait dengan teroris tak serta merta boleh dipersalahkan. Itu karena ulah Fadli sendiri yang senang memposisikan diri seolah lebih nyaman berada di sisi para teroris dibanding Densus 88.
Foto itu kini berbicara.
"Maksudnya foto berbicara?"
Dari mana uang itu berasal tentu telah didalami oleh para penyidik Densus 88. Dalam hal lidik seperti itu, Densus 88 tak memiliki catatan pernah meleset. Bila benar ada unsur terkait, sulit bagi Fadli lari dari bidikan penyidik Densus 88.
"Bagaimana bila tidak terbukti?"
Perkara itu masih bisa dikejar. Bahwa kelak itu ditarik pada ranah pelanggaran etika profesi, tergantung para penyidik dan penuntut. Sebagai anggota DPR, apalagi sebagai salah satu pimpinan, dia dapat dituntut telah berlaku lalai atau teledor.
Dan akibat dari kelalaiannya, itu dapat membuat nama Indonesia buruk di mata Internasional. Diidentikkan sebagai negara pendukung terorisme misalnya, itu tentu predikat tak baik bagi negara ini.
"Bukankah nama Angga baru ditetapkan dan masuk dalam Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Terlarang (DTTOT) pada 31 Mei 2016 dan foto itu bertanggal 15 Mei 2015? Jadi, Angga saat itu bukan Angga hari ini dong?"
Bila merujuk pada surat dengan Nomor P-a1/2040/XI/2015 tanggal 30 November 2015 dan surat Nomor P-2a/ 931 /V/2016 tanggal 31 Mei 2016, nama Angga memang baru ditetapkan dan masuk dalam list pada tanggal tersebut.
Namun ketika merujuk pada resolusi PBB No 1822 Tahun 2008 sesuai dengan paragraf 13 terkait ISIL dan Alqaeda, nama Angga justru sudah di-listing oleh lembaga itu sejak 13 Maret 2015. Itu dikaitkan afiliasi Angga dengan Al Qaeda maupun JI yang lebih dulu sudah ditetapkan sebagai organisasi teroris.
Masing-masing, untuk Al-Qaeda sejak 6 October 2001 dan pada Jamaah Islamiyah pada 25 October 2002
Bersamaan waktu dengan nama Angga Dimas Pershada di-listing yakni tanggal 13 Maret 2015 nama organisasi Hilal Ahmar Society Indonesia atau HASI juga telah ditetapkan sebagai Organisasi terlarang terkait tindak terorisme.
Dan ingat, itu 2 bulan sebelum bertemu Fadli di kantornya.
Adakah seorang Ketua DPR menerima kunjungan seorang terduga teroris yang telah ditetapkan oleh PBB di kantornya bukan terkait dengan keteledoran?
Apalagi ketika dia justru sebagai pihak yang secara simbolik memberikan sumbangan pada organisasi yang juga telah ditetapkan sebagai organisasi terlarang oleh PBB, bukankah itu bentuk kekhilafan yang patut dipertanyakan?
Bila jabatan Fadli adalah sebagai Sekjen sebuah partai misalnya, kita masih bisa menerima. Masalahnya, Fadli adalah salah satu PIMPINAN lembaga tinggi negara, Pimpinan DPR. Ini jelas sulit diterima.
Dan itu semua dilakukan di tempat resmi yakni di ruang salah seorang pimpinan Parlemen di Indonesia?
Bagaimana bila pada berita internasional sempat diberitakan bahwa seorang pimpinan DPR berasal dari Indonesia disinyalir telah memberi sumbangan pada organisasi teroris dan melalui terduga terorisme dana itu secara simbolik diberikan?
Adakah masyarakat internasional akan maklum hanya karena keduanya yakni Angga dan HASI belum ditetapkan pemerintah Indonesia sebagai bagian dari teroris dan maka wajar Fadli ga tahu dan maka mereka kemudian maklum?
Dua bulan setelah Angga di-listing oleh PBB sebagai teroris dan Hasi sebagai Organisasi terafiliasi teroris, seorang Ketua DPR Indonesia diberitakan telah memberi sumbangan meski hanya simbolik pada kedua nya, jelas bukan berita baik dong?
Bila benar sempat terberitakan, itu jelas tamparan besar bagi negara ini. Meski mungkin tak pernah terberitakan, itu juga bukan berarti Fadli boleh merasa benar. Dia tetap dapat dianggap telah melakukan keteledoran yang berpotensi merugikan negara.
Dan kelalaian yang telah dilakukan oleh seorang pejabat, seharusnya dapat digugat.
Ya, dia mungkin dapat berkelit atas asal usul dana tersebut, tapi ketika dia benar tidak tahu atau pura-pura ga tahu bahwa Angga adalah ter*ris dan Hasi adalah organisasi terafiliasi teroris yang sudah di-listing oleh PBB 2 bulan sebelum ditemuinya, itu jelas adalah kekonyolan.
Apapun alasannya, posisinya sebagai Wakil Ketua DPR seharusnya tak memberi ruang pada kefatalan konyol seperti itu. Dia harus bertanggung jawab atas fakta bahwa Gedung Milik Rakyat telah ternodai.
Gedung milik rakyat itu telah dia gunakan sebagai tempat transaksi tak elok sekaligus memalukan.
(NitNot-KK)
Tonton versi video, silahkan klik