Umum

BANGUN IKN, BIKIN INDONESIA TAMBAH KAYA

BANGUN IKN, BIKIN INDONESIA TAMBAH KAYA

Leonita Lestari

20 Mar 2022
 

Heru untung besar. Tanah kebun seluas 2 hektar miliknya yang dulu hanya seharga 2,1 juta per meter naik jadi 4 juta. Itu baru dari perubahan status tanahnya. Tanah kebun itu kini berubah peruntukan menjadi kawasan hunian. Di atas tanah itu kelak akan dibangun cluster.

Meski hanya 60 persen atau 1,2 hektar dari seluruh luas tanah Heru yang boleh dijual, dia tetap untung 6 miliar. Sesuai aturan di daerahnya, peruntukan fasum dan fasos adalah 40 persen.

Modal awal Heru untuk land clearing, patok, bikin jalan hingga urus dokumen tanah sekitar 3,5 miliar. Artinya, dari tanah saja, Heru sudah untung 2,5 miliar. 

Bisnis utamanya adalah pembangunan 190 unit rumah dengan masing-masing rumah adalah type 100 di atas tanah 60 meter persegi dan 1 unit swalayan dengan luas 500 meter. 

Bila jasa membangun permeter bangunan itu kelak Heru dapat selisih 1 juta saja, di depan mata sudah terhitung laba mendekati angka 20 miliar.

Selain itu, dalam rentang kira-kira 1.5 tahun, Heru pun memberi kontribusi pada puluhan dan bahkan ratusan orang untuk mendapatkan pekerjaan.

Atas pencapaian Heru ini, banyak Bank akan datang dan menawarkan modal. Tapi Bank juga tidak selamanya menjadi alat utama. Banyak pemilik proyek cluster seperti ini justru dibiayai oleh para konsumen. 

DP dari konsumen, entah berapa pun besarannya, sering menjadi opsi. Itu tergantung kepiawaian Heru dalam marketing.

Kepemilikan tanah dan perubahan status tanah milik Heru adalah awal dari semua cerita itu. Tanpa kepemilikan tanah, Heru akan butuh modal luar biasa besar untuk mewujudkan cluster tersebut.

Pun pada kisah IKN. Cerita mundurnya SoftBank pada investasi di IKN jelas bukan kabar baik, namun menggunakan isu itu dan kemudian mem framingnya seolah pembangunan IKN juga akan ikut berantakan, jelas terlalu berlebih lebihan.

Sama dengan Heru, kepemilikan tanah oleh pemerintah pada lahan di IKN adalah point paling penting diantara puluhan hal penting lainnya. 

"Berapa sih luas tanah yang negara punya?"

Dalam bagian ketiga Pasal 6 UU IKN Nomor 3/2022 yang membahas cakupan wilayah dijelaskan bahwa IKN Nusantara akan meliputi wilayah daratan dan lautan. 

Daratan seluas kurang lebih 256 ribu hektar, dan wilayah perairan laut seluas kurang lebih 68 ribu hektar. 

Konon dari 256 ribu hektar luas daratan itu, hanya 20 persennya saja yang akan dijadikan kawasan Ibu Kota. Artinya, kawasan Ibu Kota akan berdiri pada areal sekitar 56 ribu hektar saja.

Bila 56 ribu hektar kita kita konversi menjadi meter persegi, itu menjadi 560 juta meter persegi.

Tak usah muluk-muluk dengan pola 60 persen bangunan dan 40 persen fasum fasos demi mendapat untung besar seperti Heru ketika membangun cluster nya. Kita balik saja menjadi 40 dibanding 60 persen. 40 persen yang boleh dijual dan 60 persen adalah untuk fasum dan fasos.

Bila itu masih terlalu besar, kita jadikan 30 dan 70 persen saja. 30 persen bangunan dan 70 persen untuk fasum dan fasos. Itu konsep kota dengan area terbuka sangat sangat lebar.

Dan ketika kita hitung, 30 persen dari 560 juta adalah 168 juta. Artinya, pada awal proyek, negara sudah punya aset berupa tanah seluas 168 juta meter persegi.

Bila tanah yang sedemikan luas dan masih berupa hutan itu didandani sama seperti cara Heru mendandani tanah miliknya saat akan dibuat cluster dan kemudian diuangkan, bukankah itu adalah modal besar? 

Secara kasar saja, bila tanah pada kawasan Ibu Kota Negara itu dihargai hanya dengan 3 juta rupiah per meter persegi, negara akan mendapat uang sebesar 504 triliun rupiah.

"Trus, berapa banyak uang dibutuhkan oleh negara untuk bangun IKN?"

Berdasarkan hitungan bappenas, untuk membangun keseluruhan proyek itu, akan dibutuhkan dana hingga mencapai 466,9 triliun rupiah. Dari kebutuhan itu, 20 persennya atau sekitar 92 triliun akan disediakan APBN.

"Untung dong?"

Bila seorang Heru yang bekerja dengan cara konvensional saja mampu mereguk keuntungan karena alasan telah memiliki tanah sebagai komponen paling vital, apalagi negara dengan segala kelebihannya.  

Sebagai awam, kita tak perlu larut dengan banyak istilah teknis seperti Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), KSO atau KSP dengan segala nilai rumitnya terkait macam-macam bentuk kontrak kerjasama hingga banyak istilah perbankan lainnya. Biarkan itu menjadi wilayah mereka yang memang ahli.

Sama seperti Heru yang meski sudah punya tanah tapi masih butuh uang muka sebesar 3,5 miliar rupiah untuk land clearing, patok, bikin jalan hingga urus dokumen tanah, demikianlah paling tidak fungsi dari dana APBN bagi pemerintah mendandani tanah itu pada awalnya.

Itu nalar sederhana. Fakta di lapangan, sangat mungkin akan banyak muncul pernik. Namun apa pun masalahnya, di atas kertas, proyek IKN adalah proyek yang menguntungkan. 

Siapakah tak ingin berinvestasi di tempat di mana akan selalu dikunjungi oleh wakil dari 34 Provinsi, 416 Kabupaten, 98 Kota hingga perwakilan dari 241 negara di dunia?

Mereka yang skeptis, jelas tak mengerti makna itu. Mereka jelas juga bukan sosok yang tahu apa itu bisnis.

"Beneran mundurnya Softbank ga bikin ambruk proyek besar ini?"

Dengan tidak bermaksud mengecilkan, hilangnya Softbank pada proyek ini, itu seperti sebuah meja kehilangan satu atau dua paku yang berfungsi menguatkan sambungan sebuah meja. 

Itu tak serta merta membuat meja tersebut kehilangan keseimbangannya dan lantas ambruk. Meja itu tetap berdiri karena paku yang lepas itu bukan satu-satunya pengikat. 

Sama seperti kita tak tahu apakah unsur karat pada paku itu telah membuatnya rapuh dan kemudian lepas, atau paku itu dilepas karena unsur sengaja, demikian pula Softbank yang mundur. Kita tak perlu berpolemik.

Mengganti paku tersebut atau mencari pengikat yang lain sebagai pengganti, tetap dibutuhkan. Itu demi menjaga meja tersebut tetap terjamin kekuatannya persis sama seperti standar awal meja itu dibuat.

Investor pengganti dengan fungsi seperti Softbank tetap dibutuhkan. Dia tak mungkin hadir tanpa sedikit pun peran saat awal proyek IKN ini dibuat.

"Loh koq masih butuh investor lagi? Yakin ga akan bangkrut?"

Logikanya, kita justru akan semakin kaya. 

"Loh koq?"

Berapa banyak aset negara di Jakarta yang tiba-tiba tak terpakai karena pada pindah ke IKN? Ratusan? Ribuan?

Di mana posisi aset-aset itu? Di tempat sangat-sangat strategis bukan?

Bayangkan seluruh aset itu oleh negara kemudian pasti akan disewakan. Dan ingat, posisi Jakarta sebagai pusat bisnis tak akan berubah.

Dengan jumlah ribuan aset pada posisi sangat strategis di pusat bisnis nasional, siapakah tak berpikir bahwa itu bermakna uang sangat banyak?

Jadi, yakin saja bahwa dalam beberapa tahun kedepan, dijamin kita sudah punya Ibu Kota Negara yang baru dan namun negara ini justru makin kaya.

(NitNot-KK)

Tonton versi video, silahkan klik

https://youtu.be/gL6CVX1JG0A


Ingin ikut menulis? silahkan daftar

Ads